Iman Sulaeman, Rudy Pranoto dan Paul S Hutauruk di sekitar RA dengan latar belakang Gn. Salak |
Iman, teman gowes saya seminggu sebelumnya menghubungi vai
BB mengajak gowes di Puncak. Sudah dua kali kami gowes bersama dalam kota,
pertama sore hari dari Pancoran ke Pasar ikan Muara Karang dan kedua dari Tebet
ke Senayan. Kali ini dia ajak saya ke Puncak bersama teman kami Rudy.
Rencananya kami akan gowes di sekitar Telaga Warna (TW) Puncak. Wah, saya ok
aja ke Puncak tapi dengan MTB saya yang jadul disbanding Giantnya apa bisa?
Tanya saya ke dia. Tenang Ul, jalur TW ini jalur cewek artinya ngak perlu banyak
mengeluarkan energy atau aktivitas fisik. Oh ya balas saya, jadi bener ye
sepeda saya ok, dengan gear 6, rem depan disc dan rem belakang v brake. Ngak
masalah itu, kata dia.
Kami merencanakan keberangkatan dengan membuat grup
conference di BB antara Iman, Rudy dan saya. Kegiatan gowes akan dilakukan pada
Minggu 16 Desember 2012. Perjalanan dari lokasi Jakarta dan Cibubur dengan
kendaraan masing-masing dan bertemu di Masjid Gadog Ciawi pukul 06.00. Kebetulan
rumah saya di Pasar Minggu dan Iman di Depok, supaya cepat saya dan Iman
janjian bertemu di sekitar Kober Depok.
Untuk mengejar supaya tiba di Gadog pukul 06.00 Iman menyarankan bertemu pukul
04.30 sehingga saya harus berangkat pukul 04.15 dari rumah.
Pada hari H pukul 04.00 saya bersiap-siap, mulai memasang
bracket, menempatkan dan mengikat sepeda di belakang Avanza hitam. Tak lupa
saya bawa pula perlengkapan mandi serta baju ganti dan sandal. Baju biru dan
celana jeans juga saya bawa untuk melanjutkan acara ke HUT Mapala UI ke-48 di
Depok pada malam harinya. Mobil saya kemudikan dari rumah dengan cepat dan
sekitar 15 menit tiba di Kober. Saya lihat belum ada Iman lalu saya kontak dia
dan dia katakana masih di sekitar FKM untuk bereskan ban. Sekitar 20 menit
menunggu akhirnya dia muncul juga dan segera mengikat sepedanya di belakang
sepeda saya. Kami lanjut dari jalan baru Juanda, masuk tol pipa gas dan tembus
masuk Jagorawi dan tiba di Masjid Gadog sekitar 05.30. Kecepatan kencaraan saya
pacu rata-rata 100km/jam diiringi lagu-lagu bernada cepat dari grup band
Sepultura. Rudy memberitahu posisinya masih di Cibubur pada saat saya menganri
untuk membayar tol di Ciawi.
Masjid Gadog tempat titip kendaraan dan cuci atau bersih badan, parkir satu hari Rp5,000 |
Tiba di Masjid Gadog, jalan dan lahan parkir masih becek
karena belum di lapis jalan. Di lokasi parkir sudah ada bebeapa angkot biru yang
parkir, rupanya angkot itulah yang akan kami gunakan salah satunya untuk
membawa kami ke Rindu Alam (RA) Puncak. Kami tidak langsung menurunkan sepeda
dari bracket karena tahu Rudy datang lebih lambat dan kami juga belum sarapan.
Kami makan nasi uduk dan bakwan yang dijual di trotoar jalan. Saya minta pula
dibuatkan kopi susu dari merek Kapal Api, karena kurang istriahat malam
sebelumnya. Kalau dihitung saya hanya tidur tiga jam sebelum dibangunkan Iman
pukul 03.30 melalui telepon BB jadi perlu ngopi dulu. Sembari menunggu saya
sempatkan pula beli air minum dan roti sebagai teman di jalan.
Setelah Rudy tiba, barulah kami turunkan sepeda, dan langsung dimasukkan ke dalam angkot oleh pengemudi angkot yang bernama kang Maman. Tiga sepeda masuk dalam angkot dengan dua sepeda dilepas ban depannya sementara sepeda saya tidak bisa dilepas. Tarif sewa angkot dari Gadog ke RA sebesar Rp90,000. Perjalanan dengan angkot sekitar 20 menit dan kami lewati RA dan tidak jauh berhenti di warung makan Mang Ade. Warung makan ini adalah meeting point atau start point para pesepeda di sekitar RA untuk tujuan masing-masing.
Setelah mengecek ban, rem dan Rudy selesai sarapan kami
lanjut gowes. Rencana awal yang tadinya ke TW diubah menjadi turun downhill ke
Gadog melalui jalur yang serius. Di pintu masuk kami bayar Rp5,000 per orang,
langsung meluncur di atas bebatuan licin. Berhubung rem belakang sepeda saya
kurang pakem terpaksa saya turun dan sambil memegangi sepeda menahan dengan
dengkul agar tidak tergelincir. Bila saya rasa trek bersahabat atau nanjak saya
naik dan gowes tetapi kalo saya rasa turunan dan licin ya saya turun. Kami
sempat foto-foto di sekitar Puncak di bawah RA. Trek berlkutny asetelah batu,
tanah dengan kubangan disana sini dilanjutkan dengan melalui sumber air.
Memasuki kebon teh Gunung Mas kami terpaksa turun kembali meniti turun sepeda
di trek yang curam dan licin, jalur pemetik teh. Selanjutnya trek cukup
bersahabat hingga kami naiki sepeda dan turun masuk ke daerah pabrik the Gunung
Mas, dan kami teruskan hingga ke pintu masuk Taman Safari Cisarua. Disini kami
berpisah dengan Rudy yang harus segera kembali pulang dan memotong jalan
melalui jalan raya puncak kembali ke masjid Gadog. Iman dan saya melanjutkan
perjalanan melalui kawasan hutan pinus. Sebelum mencapai ke sana kami harus
melalui tantangan mendaki cukup tinggi dengan sepeda. Jalur tanjakan sudah disemen karena di sisi jalur tersebut
banyak dihuni oleh penduduk sehingga tidak licin akan tetapi jarak tanjakan
yang cukup jauh hingga dibagi menjadi tiga tahap yang biasa disebut tanjakan
“ngehe”, atau jadi Ngehe-1, Ngehe-2 dan Ngehe-3 (ngehe diambil dari bahasa
slang anak muda jadul yang padanannya bisa “mengesalkan”). Tidak salah memenag
disbut demikian karena dengan gear berjumlah 9-10 pun harus turun, apalagi saya
yang hanya 6 gear. Tanjakan Ngehe-1 saya lalap tanpa turun sementara Iman sudah
turun menjelang ¾ jarak. Memasuki Ngehe-2 saya masih bisa di atas jok, tetapi
tidak sampai ¼ tanjakan saya turun karena roda sudah tidak mau berputar…hehehe.
Akhirnya kami turun, peserta gowes lain juga banyak yang turun dan dorong
sepeda, mirip tukang siomay (kata Saptian) jadi gayanya disbut “nyomay” hehehe,
ngak salah deh.
Tiba di puncak tanjakan Ngehe 3 kami belok kanan, saya tetap
harus menunrun karena trek babak belur bekas dialiri air dan juga licin. Tidak
banyak bersepada pada jalur ini hingga ke sawung 1. Dari sawung 1 kami mulai
lanjut dengan mengikuti rombongan lain. Trek berbatu batu dan menurun. Sayapun
berusaha menahan hentakan ban depan yang melindasi bebatuan besar. Pegal dan
semutan kedua tangan ini, karena sockbreaker di bagian fork depan saya standard
an didisain tidak untuk trek serius ini. Si Iman santai-santai saja, mengingat
Giantnya sudah mumpuni untuk medan seperti ini. Makanya upgrade sepeda loe Ul
atau beli aja yang merek lokal tapi sudah layak katanya. Iya lahsaya akui kalau
sepeda saya harus di upgrade atau dijual utnuk beli baru.
Trek turunan dengan batu seukuran ini membuat pegal dan semutan tangan, foto bertiga Rudy, Iman dan Paul lokasi sekitar RA |
Rudy dan Iman diskusi sepeda dan merencakan trek berikut, lokasi sebelum masuk kebon teh Gunung Mas |
Bertiga sebelum turun ke kebon teh Gunung Mas |
Foto lagi deh sebelum berpisah dengan dengan Rudy |
Trek menurun licin dengan rem yang tidak pakem, berisiko terpeleset, terpaksa turun dan menyeberang sumber air, lokasi sekitar RA |
Paul S Hutauruk di sekitar Pabrik Teh Gunung Mas |
Trek berlanjut terus bebatuan hingga memasuki hutan pinus
kawasan cagar alam Hutan Gede Pangrango. Tidak seperti ini trek sebelumnya,
trek ini lebih bersahabat dengan sedikit kubangan air sisa hujan semalam.
Diawali dengan memasuki trek berkerikil kecil kami akhirnya memasuki jalan raya
yang biasa saya dan keluarga lalui bila memotong jalan ke puncak melalui jalan
belakang bukan dari jalan utama. Berhubung jalan aspal turunan sepi, kami kadang
lepas tangan dan meregangkan badan meskipun tetap waspada akan motor dan
penyebrang jalan. Terbayar sudah ngos-ngosan serta keringat tadi
diatas..yiiiihhhhaaaaa. Dubrak….saya sempat terpeleset sekali karena mencoba
mengemudikan sepeda dengan posisi punggung hampir hamper sejajar jalan dan siku
saya posisikan pada pegangan kemudi. Hehehe untung saja tidak ada kendaraan
yang kencang dari belakang dan menghantam kepala ini, karena saya jatuh ke
kanan dan baret di kaki. Tidak bekgitu lama kami mampir ke rumah makan masakan
sunda untuk makan siang karena jam menunjukkan pukul 12.00. Menu makan siang
seperti biasa tanpa nasi, tetapi saya pesan ikan mas goreng, sayur singkong,
tempe, tahu dan kentang. Saya juga minum sekitar 4 gelas air dan juice alpukat
sekitar Rp20,000. Sekitar 30 menit kami berada disana untuk istirahat dan
melanjutkan perjalanan ke masjid Gadog yang ternyata tidak terlalu jauh dari
rumah makan tadi. Tiba di Masjid kami langsung pasang sepeda diatas bracket,
bersih badan sedikit pada bagian kaki dan tangan, serta ganti kaos dan celana.
Mengesalkan tapi ingin mengulanginya…hahahaha