REPUBLIKA.CO.ID, Tak jarang, bila ke dokter, kita mendapatkan obat berupa antibiotik. Seorang ibu sempat mengeluhkan bahwa dokternya kerap memberikan antibiotik untuk anak yang berpenyakit ringan seperti batuk. Lantas, bagaimana sebenarnya kita harus mencermati antibiotik?
Menurut dr Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, antibiotik adalah zat antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari mikroba lain, umumnya jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik. Contohnya, lanjut Zubairi, antibiotik penisilin yang ditemukan oleh Alexander Flemming merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh jamur. Satu jenis antibiotik biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak untuk kuman yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh berbagai kelompok kuman.
Kendati begitu, Zubairi tetap menekankan agar hati-hati saat mengonsumsi antibiotik. Pasalnya, bila sembarangan dapat menimbulkan masalah yang serius misalnya alergi, dan yang paling ditakuti adalah bila terjadi resistensi, artinya antibiotik yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi. Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Demam memang merupakan tanda adanya infeksi. Demam terjadi karena sel-sel tubuh bereaksi untuk melawan infeksi tersebut.
Demam juga dapat terjadi karena keadaan lain, misalnya dehidrasi. Biasanya yang disebut dengan demam adalah jika suhu tubuh lebih dari 38 derajat Celsius. Menurut Zubairi, sebagian besar demam pada anak disebabkan oleh virus. Virus tidak dapat dibunuh dengan antibiotik tetapi dengan obat antivirus. Umumnya penyakit yang disebabkan virus merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan bantuan sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu pengobatannya adalah dengan menjaga kondisi tubuh. Jadi, memang tidak semua demam memerlukan antibiotik.
Zubairi juga menekankan, batuk pilek (flu) biasanya tidak perlu diberi antibiotik. Antibiotik menjadi perlu apabila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, biasanya ditandai dengan penyakit yang tidak membaik atau malah memburuk setelah beberapa hari. Perubahan warna dan kekentalan ingus atau dahak merupakan hal yang normal pada sakit pilek dan tidak perlu diberikan antibiotik. Diare juga tidak selalu harus diberi antibiotik karena diare dapat disebabkan oleh virus atau akibat intoleransi terhadap makanan yang dimakan. Infeksi telinga juga tidak selalu membutuhkan antibiotik.
Sebagian anak mengalami infeksi telinga akibat penumpukan cairan pada penyakit flu. Bila sakit flunya membaik maka sakit telinganya akan membaik pula. Jika sakit telinga menetap maka mungkin perlu diberikan antibiotik. Anak-anak sering juga mengalami demam tinggi tanpa diketahui penyebabnya. Jika terjadi hal demikian yang perlu dilakukan adalah menjaga agar panasnya tidak semakin tinggi dengan memberi obat penurun panas seperti parasetamol yang banyak dijual di pasaran.
Selain itu, dapat pula dilakukan pengompresan dengan air hangat. Jangan mengompres dengan air dingin atau es karena hal ini dapat menyebabkan anak menggigil dan suhu tubuhnya malah semakin meningkat. Jadi, antibiotik hanya diberikan atas indikasi yang tepat dan penggunaannya harus dengan aturan tertentu. Jika demam yang dialami anak tidak terlalu tinggi dan tidak disertai gejala-gejala yang mengkhawatirkan maka tidak perlu langsung dibawa ke dokter. Jika sakit anak menetap atau bertambah parah maka anak perlu dibawa ke dokter, bahkan mungkin perlu diberi antibiotik atau obat yang lain.
Sumber: Republika http://id.she.yahoo.com/mengonsumsi-antibiotik-perlu-enggak-ya-081929432.html http://littleaboutall.com/wp-content/uploads/2009/02/aboutantibiotics1.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar