|
Nisan Bpk.DR. Marulam Hutauruk SH (amangtua) |
Di tanah Batak atau umumnya di
Sumatera Utara sering kita jumpai tugu-tugu marga di sepanjang jalan mulai
selepas Pematang Siantar hingga Tarutung (Kab. Tapanuli Utara). Tugu Marga
tersebut berupa bangunan semen dengan ornamaen seperti patung orang, gorga atau
ornamen khas batak lainnya. Di bagian dasar dan fisik ornamen terdapat ruang
kosong seperti rak tempat meletakkan tulang belulang nenek moyang atau leluhur.
Tugu marga biasanya didirikan oleh turunan dari nenek moyang atau leluhur, yang
menganggap sudah waktunya didirikan tugu marga tersebut. Makin banyak turunan
dari leluhur tersebut umumnya dibuat tugu marga dari turunan ompu tersebut.
Misal Hutauruk memiliki empat ompu pada generasi kedua maka bila waktunya sudah
cukup maka bisa dibangun tugu marga Hutauruk Ompu Raja Sumonggop. Maksud dari
pemberian nama tugu ini bahwa tulang belulang atau tengkorak yang ditempatkan
pada tugu tersebut adalah turunan dari Ompu Raja Sumonggop. Hingga tulisan ini
dibuat, turunan dari Hutauruk Ompu Raja Sumonggop belum memiliki tugu marga,
paling tidak ini yang saya ketahui sebagai keturunan ke 13 Hutauruk dari Ompu
Raja Sumonggop.
|
Lembar liturgi acara Mangongkal Holi (amangtua dan inangtua) Marulam Hutauruk dan Helena L. Tobing |
Pada hari Sabtu, 22 Juni 2013
kami melaksanakan salah satu acara adat budaya Batak yaitu Mangongkal Holi Holi
dari bermacam kegiatan adat orang Batak. Singkatnya kegiatan adat Mangongkal
Holi Holi ini adalah menggali makam atau kubur nenek moyang untuk dipindahkan ke
tugu marga yang ada di huta (kampung) atau tanah leluhur. Makam atau kubur
nenek moyang yang digali tersebut umumnya menyisakan tengkorak, tulang dan
sisa-sisa pakaian yang dikenakan, itupun tergantung dari kondisi kimia tanah
makam tersebut. Maksud dari pemindahan ini adalah bahwa meskipun yang
bersangkutan telah pergi jauh merantau dan meninggal entah dimanapun tetapi ikatan
terhadap tanah leluhur tetap terikat selamanya. Bahwa ikatan terhadap budaya
batak sudah terikat sejak orang batak tersebut masih dalam kandungan hingga
telah menjadi tulang belulang, ikatan tersebut tidak pernah lepas bagi orang
batak yang menjalankan tradisi atau adat batak. Pada prakteknya Mangongkal Holi
Holi saat ini belum dapat sepenuhnya dilakukan sesuai tradisi yang ada, seperti
kami belum memilki tugu marga sehingga tulang dan tengkorak yang telah digali
dimasukkan kembali ke dalam tanah makam di lokasi yang baru.
Sekitar pukul 06.30 kami
berkumpul di TPU Menteng Pulo Jakarta Selatan dan memulai acara dengan
kebaktian yang dipimpin oleh seorang pendeta dari Geraja HKBP Poltangan Pasar
Minggu, tempat ibadah abang kami yang empunya acara (hasuhuton). Hasuhuton atau
yang empunya acara pada adat batak bukan individu tetapi komunal dan biasanya
turunan dari satu ompu yang akan di-okal
holi-nya. Abang kami Indra Hutauruk sebagai pimpinan hasuhuton memiliki
saudara sekandung 3 laki-laki dan dua perempuan. Abang Indra adalah anak ketiga laki-laki dan pimpinan
hasuhuton biasanya dilaksanakan oleh anak pertama (si angkangan), tetapi karena
anak kedua Abang Viktor sudah meninggal tahun lalu dan anak pertama Abang
Gunawan tidak aktif pada kegiatan adat maka Abang Indra lah yang memimpin
hasuhuton ini. Hasuhuton pada acara ini terdiri dari Abang dan Adik (laki-laki)
beserta turunan, dan saudara peremuan (Iboto atau Ito) beserta turunan. Abang
Indra memiliki satu oran adik, Abang Tulus dan dua orang ito yaitu Ito Reni Manik
yang meninggal pada 2011 yang diwakili anak serta putrinya dan Ito Hirsa yang
meninggal pada 2007 diwakili oleh suami Lae Alpino L.Tobing dan putri-putri.
Kotbah dari pendeta berupa
wejangan maksud kegiatan adat ini dan hubungannya dengan kekristenan yang tidak
ada budaya menggali kubur. Pada kotbah dikatakan bahwa menggali kubur ini bukan
untuk menghormati tulang belulang tersebut tetapi terlebih pada rasa cinta dan hormat seorang
anak atau turunan terhadap orang tua supaya terlaksanalah salah satu perintah
Tuhan yang diterima Musa pada waktu bangsa Israel melaksanakan perjalanan
panjang keluar dari Mesir. Hukum tersebut adalah Hormatilah Ibu Bapakmu, dimana
ditekankan pula oleh pendeta bahwa siapa yang tidak menghormati orang tua atau
saudaranya berarti tidak menghormati Tuhan, dan Mangongkal Holi Holi ini
dilakukan sebagai salah satu bentuk penghormatan anak terhadap orang tua
seperti yang diamanatkan pada hukum kelima.
Setelah kebaktian acara
dilanjutkan dengan menggali makam Amangtua Dr. Paian Marulam Hutauruk, SH yang
meninggal pada tahun 1990, ayah abang Indra dan abang pertama ayah kami. Dibawah
tenda putih, tim penggali makam bekerja dan sesekali kami termasuk anak dan
bere (anak dari saudara perempuan) melihat ke dalam makam. Satu persatu
tulang-tulang dan tengkorak dinaikkan oleh penggali kubur dan diletakkan diatas
kertas untuk diuraikan atau dibersihkan dari sisa pakaian atau akar dll oleh
anak atau cucu hasuhuton. Setelah tulang dan tengkorak diangap bersih,
selanjutnya lobang makam diperiksa kembali, bilamana masih ada sisa-sisa tulang
yang tertinggal dan bila dianggap sudah bersih selanjutnya tulang dan
terngkorak dipindahkan keatas kain putih. Kemudian kain putih dilipat pada
tengahnya dan ujungnya seperti permen, dan diserahkan kepada Tulang (saudara
laki-laki atau turunannya laki-laki dari ibu) yang siap menerima dan menampung
kain putih dan isinya tersebut di atas kain ulos seperti hendak menerima
gendongan bayi. Adapun Tulang atau
turunan Tulang dari Amangtua Marulam diterima oleh Lae Sahat Lumban Tobing dari
turunan ompu Rajaingan. Selanjutnya tulang dan tengkorak dimasukkan dalam peti
kecil berukuran lebih kurang 100x40cm khusus untuk tulang dan tengkorak. Acara
dilanjutkan dengan menggali makam Inangtua Helena boru Lumban Tobing istri dari
Amangtua Marulam yang meninggal pada tahun 1993. Sama seperti pada amangtua
tengkorak dan tulang inangtua dibersihkan terlebih dulu dan diserahkan pada
turunan atau saudara laki-laki dari inangtua yaitu Tulang Lumban Tobing Ompu
Raja Pontas.
Pukul 12.00 kami rombongan yang
mengunjungi makam saudara-saudara bergabung dengan rombongan besar untuk makan
siang. Setelah makan seperti acara di keluarga kami, ada acara mandok hata
mulai dari rombongan hula-hula / tulang beserta boru mereka, dilanjutkan dari
kami keluarga di luar hasuhuton mulai dari boru bere, kami generasi 13 dan generasi
12. Selanjutnya keluarga hasuhuton mengampu mulai dari boru bere diakhiri oleh
abang Indra. Setelah doa penutup acara kamipun pulang kembali dengan
mengendarai bus menuju menteng pulo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar