Rabu, 10 Juli 2013

Mangongkal Holi Holi (Menggali Tulang Belulang)




Nisan Bpk.DR. Marulam Hutauruk SH (amangtua)
Di tanah Batak atau umumnya di Sumatera Utara sering kita jumpai tugu-tugu marga di sepanjang jalan mulai selepas Pematang Siantar hingga Tarutung (Kab. Tapanuli Utara). Tugu Marga tersebut berupa bangunan semen dengan ornamaen seperti patung orang, gorga atau ornamen khas batak lainnya. Di bagian dasar dan fisik ornamen terdapat ruang kosong seperti rak tempat meletakkan tulang belulang nenek moyang atau leluhur. Tugu marga biasanya didirikan oleh turunan dari nenek moyang atau leluhur, yang menganggap sudah waktunya didirikan tugu marga tersebut. Makin banyak turunan dari leluhur tersebut umumnya dibuat tugu marga dari turunan ompu tersebut. Misal Hutauruk memiliki empat ompu pada generasi kedua maka bila waktunya sudah cukup maka bisa dibangun tugu marga Hutauruk Ompu Raja Sumonggop. Maksud dari pemberian nama tugu ini bahwa tulang belulang atau tengkorak yang ditempatkan pada tugu tersebut adalah turunan dari Ompu Raja Sumonggop. Hingga tulisan ini dibuat, turunan dari Hutauruk Ompu Raja Sumonggop belum memiliki tugu marga, paling tidak ini yang saya ketahui sebagai keturunan ke 13 Hutauruk dari Ompu Raja Sumonggop.

Lembar liturgi acara Mangongkal Holi (amangtua dan inangtua) Marulam Hutauruk dan Helena L. Tobing 
Pada hari Sabtu, 22 Juni 2013 kami melaksanakan salah satu acara adat budaya Batak yaitu Mangongkal Holi Holi dari bermacam kegiatan adat orang Batak. Singkatnya kegiatan adat Mangongkal Holi Holi ini adalah menggali makam atau kubur nenek moyang untuk dipindahkan ke tugu marga yang ada di huta (kampung) atau tanah leluhur. Makam atau kubur nenek moyang yang digali tersebut umumnya menyisakan tengkorak, tulang dan sisa-sisa pakaian yang dikenakan, itupun tergantung dari kondisi kimia tanah makam tersebut. Maksud dari pemindahan ini adalah bahwa meskipun yang bersangkutan telah pergi jauh merantau dan meninggal entah dimanapun tetapi ikatan terhadap tanah leluhur tetap terikat selamanya. Bahwa ikatan terhadap budaya batak sudah terikat sejak orang batak tersebut masih dalam kandungan hingga telah menjadi tulang belulang, ikatan tersebut tidak pernah lepas bagi orang batak yang menjalankan tradisi atau adat batak. Pada prakteknya Mangongkal Holi Holi saat ini belum dapat sepenuhnya dilakukan sesuai tradisi yang ada, seperti kami belum memilki tugu marga sehingga tulang dan tengkorak yang telah digali dimasukkan kembali ke dalam tanah makam di lokasi yang baru.
Sekitar pukul 06.30 kami berkumpul di TPU Menteng Pulo Jakarta Selatan dan memulai acara dengan kebaktian yang dipimpin oleh seorang pendeta dari Geraja HKBP Poltangan Pasar Minggu, tempat ibadah abang kami yang empunya acara (hasuhuton). Hasuhuton atau yang empunya acara pada adat batak bukan individu tetapi komunal dan biasanya turunan dari satu ompu yang akan di-okal holi-nya. Abang kami Indra Hutauruk sebagai pimpinan hasuhuton memiliki saudara sekandung 3 laki-laki dan dua perempuan.  Abang Indra adalah anak ketiga laki-laki dan pimpinan hasuhuton biasanya dilaksanakan oleh anak pertama (si angkangan), tetapi karena anak kedua Abang Viktor sudah meninggal tahun lalu dan anak pertama Abang Gunawan tidak aktif pada kegiatan adat maka Abang Indra lah yang memimpin hasuhuton ini. Hasuhuton pada acara ini terdiri dari Abang dan Adik (laki-laki) beserta turunan, dan saudara peremuan (Iboto atau Ito) beserta turunan. Abang Indra memiliki satu oran adik, Abang Tulus dan dua orang ito yaitu Ito Reni Manik yang meninggal pada 2011 yang diwakili anak serta putrinya dan Ito Hirsa yang meninggal pada 2007 diwakili oleh suami Lae Alpino L.Tobing dan putri-putri.
Kotbah dari pendeta berupa wejangan maksud kegiatan adat ini dan hubungannya dengan kekristenan yang tidak ada budaya menggali kubur. Pada kotbah dikatakan bahwa menggali kubur ini bukan untuk menghormati tulang belulang tersebut tetapi  terlebih pada rasa cinta dan hormat seorang anak atau turunan terhadap orang tua supaya terlaksanalah salah satu perintah Tuhan yang diterima Musa pada waktu bangsa Israel melaksanakan perjalanan panjang keluar dari Mesir. Hukum tersebut adalah Hormatilah Ibu Bapakmu, dimana ditekankan pula oleh pendeta bahwa siapa yang tidak menghormati orang tua atau saudaranya berarti tidak menghormati Tuhan, dan Mangongkal Holi Holi ini dilakukan sebagai salah satu bentuk penghormatan anak terhadap orang tua seperti yang diamanatkan pada hukum kelima.
Setelah kebaktian acara dilanjutkan dengan menggali makam Amangtua Dr. Paian Marulam Hutauruk, SH yang meninggal pada tahun 1990, ayah abang Indra dan abang pertama ayah kami. Dibawah tenda putih, tim penggali makam bekerja dan sesekali kami termasuk anak dan bere (anak dari saudara perempuan) melihat ke dalam makam. Satu persatu tulang-tulang dan tengkorak dinaikkan oleh penggali kubur dan diletakkan diatas kertas untuk diuraikan atau dibersihkan dari sisa pakaian atau akar dll oleh anak atau cucu hasuhuton. Setelah tulang dan tengkorak diangap bersih, selanjutnya lobang makam diperiksa kembali, bilamana masih ada sisa-sisa tulang yang tertinggal dan bila dianggap sudah bersih selanjutnya tulang dan terngkorak dipindahkan keatas kain putih. Kemudian kain putih dilipat pada tengahnya dan ujungnya seperti permen, dan diserahkan kepada Tulang (saudara laki-laki atau turunannya laki-laki dari ibu) yang siap menerima dan menampung kain putih dan isinya tersebut di atas kain ulos seperti hendak menerima gendongan bayi.  Adapun Tulang atau turunan Tulang dari Amangtua Marulam diterima oleh Lae Sahat Lumban Tobing dari turunan ompu Rajaingan. Selanjutnya tulang dan tengkorak dimasukkan dalam peti kecil berukuran lebih kurang 100x40cm khusus untuk tulang dan tengkorak. Acara dilanjutkan dengan menggali makam Inangtua Helena boru Lumban Tobing istri dari Amangtua Marulam yang meninggal pada tahun 1993. Sama seperti pada amangtua tengkorak dan tulang inangtua dibersihkan terlebih dulu dan diserahkan pada turunan atau saudara laki-laki dari inangtua yaitu Tulang Lumban Tobing Ompu Raja Pontas.
Setelah diangkat dari lubang makam tulang belulang dan dipastikan bagian per bagian dan dibersihkan dari kotoran, sisa-sisa pakaian, sampah atau akar pohon 






Cek and Ricek agar tidak ada tulang belulang yang tersisa dan tertinggal  
Tulang belulang yang telah dibersihkan disusun dan diletakkan di atas kain putih
Pihak Tulang atau keturunannya (paman, saudara laki-laki ibu) meyiapkan ulos ragi hotang untuk menerima tulang belulang 
Hasuhuton (si empunya acara) atau keturunan langsung dari yang digali, pada foto diwakili oleh anak (Indra Hutauruk) dan pahopu (cucu, Ernst Hutauruk) mengangkat kain putih wadah tulang belulang untuk diserahkan kepada pihak tulang (hula-hula) yang siap menerima dengan ulos terbentang
Holi-holi (inangtua) siap diterima oleh hula-hula / tulang Lumban Tobing (Ompu Raja Pontas)
Holi-holi diterima di atas ulos ragi hotang
Holi-holi dimasukkan ke dalam peti khususholi holi
Merapikan ulos sebelum peti ditutup
Merapikan ulos sebelum peti ditutup
Peti khusus holi-holi siap diberangkatkan
Setelah kedua peti siap diberangkatkan kamipun bergegas menuju bus yang telah disiapkan dan sembari menerima snacks kotak kami masuk ke dalam bus. Perjalalanan dari Menteng Pulo ke San Diego – Karawang sekitar satu jam. Tiba di lokasi kami turun dan duduk dibawah tenda yang telah disipakan di dekat liang makam. Kembali kami berdoa dan mendengarkan kotbah yang dilanjutkan dengan menurunkan peti kedalam satu liang. Selesai ibadah kami menaburkan bunga di atas makam. Waktu menunjukkan pukul 11.00 dan beberapa dari kami menuju restoran di area pemasaran untuk makan siang dan kami beserta beberapa sudara mengunjungi makam saudara tercinta termasuk ke makam papi. Kami berdoa dan menyanyikan sebuah lagu dan mami kembali menangis, hehehe rupanya masih sedih terus dan belum bisa merelakannya. Yang kami kunjungi selain makam papi, makam amanguta dan inangtua BI, Lae Tobing (dekat makam papi) dan lae Sihar Sinurat (suami ito Lasma Hutauruk).
Pukul 12.00 kami rombongan yang mengunjungi makam saudara-saudara bergabung dengan rombongan besar untuk makan siang. Setelah makan seperti acara di keluarga kami, ada acara mandok hata mulai dari rombongan hula-hula / tulang beserta boru mereka, dilanjutkan dari kami keluarga di luar hasuhuton mulai dari boru bere, kami generasi 13 dan generasi 12. Selanjutnya keluarga hasuhuton mengampu mulai dari boru bere diakhiri oleh abang Indra. Setelah doa penutup acara kamipun pulang kembali dengan mengendarai bus menuju menteng pulo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar