Kamis, 24 Oktober 2013

Mengapa Aku Dipilih?




Para Casi dan pasangannya berfoto bersama Pdt. Einar Sitompul
 Pertanyaan itu muncul di kepala kami masing masing sewaktu diminta untuk menjadi penetua (sintua). Kenapa harus aku? Dan pertanyaan selanjutnya…apa ngak ada orang lain yang lebih pantas, ah si anu saja yang jadi sintua, aku pikir-pikir dulu lah, ngak ada waktu, begitulah tanggapan kami.
Lama kelamaan setelah berusaha menolak akhirnya kuterima sajalah dengan sedikit terpaksa, apalagi setelah diberikan undangan bertemu dengan pendeta untuk persiapan menjelang diperkenalkan kepada jemaat gereja sebagai calon sintua (casi) tahun 2013.
Casi (calon sintua) yang berhasil direkrut pada tahun ini sebanyak 16 orang yang terbadi dalam beberapa wijk atau wilayah. Dari wilayah wijk 12 yang meliputi pancoran, perdatam, mampang, kemang, kalibata, pasar minggu hingga ragunan diwakili oleh saya sendiri, satu orang. Dari wijk lain ada yang 2 hingga 3 orang casi, tetapi ada juga wijk yang tidak ada casi nya.
Tanggal 28 April 2013 kami diperkenalkan pada kebaktian pukul 06.00 dan 09.30. Seminggu kemudian kami diperkenalkan pada kebaktian pukul 15.00 dan 18.00. Kami duduk di barisan depan dan berdiri ketika nama kami disebutkan dan balik badan menghadap jemaat.
Casi berfoto bersama Pdt. Einar Sitompul dan Inang Pendeta
Sebagai casi kami diwajibkan mengikuti setiap rapat / sermon parhalado serta belajar kelas setiap hari Selasa dan Kamis sore. Acara kebaktian hari minggu pun wajib kami laksanakan sebagai petugas penerima tamu, pengumpul persembahan atau pewarta. Disamping itu pada acara-acara partangiangan, duka dan lain-lain dimana sintua diundang atau diperlukan disitu pula kami wajib hadir. Intinya seperti memasuki suatu organisasi ya harus aktif supaya lebih mengenal organisasi serta para senior.
Pimpinan pendidik kami adalah pendeta uluan Pdt. Dr. Einar Sitompul, didukung oleh Pdt. Athur Sitorus, Pdt. Mika Purba serta beberapa pengajar pendeta maupun parhalado. Selain balajar agama kamipun diwajibkan terutama bagi yang kemampuan berbahasa bataknya rendah untuk ikut KB3 Kursus Bahasa dan Budaya Batak yang dipimpin oleh St. Hotman Siahaan.
Rencana pendidikan casi ini direncanakan berlangsung hingga minggu kedua bulan Maret 2014 dan kelulusan dari casi ini ditentukan oleh absen selasa dan kamis plus keaktifan pada acara wijk serta pemahaman pengetahuan agama Kristen.
Mengingat kami kebanyakan lahir dan besar di Jakarta sehingga sulit berbicara dalam bahasa batak, maka sebagian dari kami mengikuti pendidikan KB3 (Kursus Bahasa dan Budaya Batak), agar kami tidak salah bicara dalam bahasa batak terutama pada waktu memimpin ibadah (par agenda). Dalam tutur bahasa batak suara atau abjad bisa sama tetapi intonasi beda artinya akan berbeda pula. Jadi cara baca dan intonasi bahasa batak harus kami pelajari agar biasanya para ompung (kakek/nenek) yang mendengar suara pemimpin ibadah tidak kesal. Hal ini pula yang membuat beberapa sintua tidak berani menjadi par agenda pada kebaktian bahasa batak pukul 09.30.
Kulihat teman-teman seangkatan semangat semua baik yang perempuan dan kaum ibu maupun kaum bapak yang masing-masing berjumlah 8 orang. Rentang usia kami dari 39 hingga 58 tahun dan semangat semua, tidak ada yang malas-malasan…dan semoga kami semua selalu siap bila diminta untuk menjadi par agenda atau pemimpin ibadah.
Kembali pada pertanyaan yang dijadikan judul tulisan ini, dan setelah menuntaskan pendidikan nanti, semoga kami dapat menjadi pilihan terbaik dan tidak salah dipilih…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar