Para Casi dan pasangannya berfoto bersama Pdt. Einar Sitompul |
Pertanyaan itu muncul di kepala
kami masing masing sewaktu diminta untuk menjadi penetua (sintua). Kenapa harus
aku? Dan pertanyaan selanjutnya…apa ngak ada orang lain yang lebih pantas, ah
si anu saja yang jadi sintua, aku pikir-pikir dulu lah, ngak ada waktu,
begitulah tanggapan kami.
Lama kelamaan setelah berusaha
menolak akhirnya kuterima sajalah dengan sedikit terpaksa, apalagi setelah
diberikan undangan bertemu dengan pendeta untuk persiapan menjelang
diperkenalkan kepada jemaat gereja sebagai calon sintua (casi) tahun 2013.
Casi (calon sintua) yang berhasil
direkrut pada tahun ini sebanyak 16 orang yang terbadi dalam beberapa wijk atau
wilayah. Dari wilayah wijk 12 yang meliputi pancoran, perdatam, mampang,
kemang, kalibata, pasar minggu hingga ragunan diwakili oleh saya sendiri, satu
orang. Dari wijk lain ada yang 2 hingga 3 orang casi, tetapi ada juga wijk yang
tidak ada casi nya.
Tanggal 28 April 2013 kami
diperkenalkan pada kebaktian pukul 06.00 dan 09.30. Seminggu kemudian kami
diperkenalkan pada kebaktian pukul 15.00 dan 18.00. Kami duduk di barisan depan
dan berdiri ketika nama kami disebutkan dan balik badan menghadap jemaat.
Casi berfoto bersama Pdt. Einar Sitompul dan Inang Pendeta |
Sebagai casi kami diwajibkan
mengikuti setiap rapat / sermon parhalado serta belajar kelas setiap hari
Selasa dan Kamis sore. Acara kebaktian hari minggu pun wajib kami laksanakan
sebagai petugas penerima tamu, pengumpul persembahan atau pewarta. Disamping
itu pada acara-acara partangiangan, duka dan lain-lain dimana sintua diundang
atau diperlukan disitu pula kami wajib hadir. Intinya seperti memasuki suatu
organisasi ya harus aktif supaya lebih mengenal organisasi serta para senior.
Pimpinan pendidik kami adalah
pendeta uluan Pdt. Dr. Einar Sitompul, didukung oleh Pdt. Athur Sitorus, Pdt.
Mika Purba serta beberapa pengajar pendeta maupun parhalado. Selain balajar
agama kamipun diwajibkan terutama bagi yang kemampuan berbahasa bataknya rendah
untuk ikut KB3 Kursus Bahasa dan Budaya Batak yang dipimpin oleh St. Hotman
Siahaan.
Rencana pendidikan casi ini direncanakan
berlangsung hingga minggu kedua bulan Maret 2014 dan kelulusan dari casi ini
ditentukan oleh absen selasa dan kamis plus keaktifan pada acara wijk serta
pemahaman pengetahuan agama Kristen.
Mengingat kami kebanyakan lahir
dan besar di Jakarta sehingga sulit berbicara dalam bahasa batak, maka sebagian
dari kami mengikuti pendidikan KB3 (Kursus Bahasa dan Budaya Batak), agar kami
tidak salah bicara dalam bahasa batak terutama pada waktu memimpin ibadah (par
agenda). Dalam tutur bahasa batak suara atau abjad bisa sama tetapi intonasi
beda artinya akan berbeda pula. Jadi cara baca dan intonasi bahasa batak harus
kami pelajari agar biasanya para ompung (kakek/nenek) yang mendengar suara
pemimpin ibadah tidak kesal. Hal ini pula yang membuat beberapa sintua tidak
berani menjadi par agenda pada kebaktian bahasa batak pukul 09.30.
Kulihat teman-teman seangkatan
semangat semua baik yang perempuan dan kaum ibu maupun kaum bapak yang
masing-masing berjumlah 8 orang. Rentang usia kami dari 39 hingga 58 tahun dan
semangat semua, tidak ada yang malas-malasan…dan semoga kami semua selalu siap
bila diminta untuk menjadi par agenda atau pemimpin ibadah.
Kembali pada pertanyaan yang
dijadikan judul tulisan ini, dan setelah menuntaskan pendidikan nanti, semoga
kami dapat menjadi pilihan terbaik dan tidak salah dipilih…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar