Rabu, 20 Februari 2013

Menjadi Peserta Event Expo / Pameran

      
Stand peserta Pesta Buku Jakarta 2010
Stand Freeport Indonesia di salah satu  event pameran di Jakarta
      Menjadi Peserta Event 
    Mengikuti suatu event sebagai peserta event memerlukan perencanaan yang baikkarena biaya mengikuti event sudah tentu mahal karena suatu event biasa dilaksakanan di gedung yang bergengsi.

Tahap Persiapan yang harus dilakukan adalah
1.    Yang pertama harus diputuskan adalah menentukan apakah keikutsertaan untuk berpromosi atau melakukan penjualan. Hal ini perlu dipastikan dengan mempertimbangkan harapan dari pemilik perusahaan yang akan menjadi peserta event dengan sejumlah uang untuk membiayai keikutsertaan. Bila hanya untuk berpromosi maka tidak fokus pada target penjualan demikian sebaliknya bila fokus pada penjualan maka seluruh sumber daya difokuskan untuk mencapai target tersebut.
2.    Menghitung sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi pencapaian target diatas, termasuk target promosi dalam jumlah pengunjung yang ingin tahu dan target penjualan dalam bentuk rupiah. Bila pilihannya adalah keduanya untuk berpomosi dan melakukan penjualan tentu dibutuhkan sumber daya yang lebih besar lagi dibandingkan hanya satu tujuan
3.    Penampilan stand dibuat semenarik mungkin agar pengunjung dapat leluasa melihat, mengidentifikasi perusahaan, datang ke stand dan mendapat informasi atau produk yang dibutuhkan. Penampilan stand yang baik dihasilkan dari proses yang matang mulai dari disain, pembuatan atribut hingga proses pemasangan atribut di lokasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti lay out (alur keluar masuk pengunjung, posisi kasir, furniture lain), warna dasar atribut termasuk warna karpet, seragam penjaga stand, dsb
4.    Furniture / atribut stand dipilh yang mudah dipasang dan bongkar, biasanya untuk perlengkapan yang disediakan panitia berupa satu buah meja dan dua buah kursi. Bisa jadi furniture yang disediakan tidak diperlukan dan dapat diganti dengan milik atau disain sendiri. Mengapa mudah dipasang dan dibongkar karena biasanya panitia akan membatasi waktu untuk pasang dan bongkar. Biasanya satu hari sebelum hari pelaksanaan, peserta diberi waktu melakukan pemasangan dan diminta untuk bongkar stand pada hari terakhir lebih kurang 4 jam. Semakin fokus pada penjualan dibutuhkan furniture lebih banyak
5.    Perlengkapan promosi yang akan dibuat seperti spanduk, standing banner, wall banner, poster, flyers, company profile, kartu nama, kostum penjaga stand dsb
6.    Penjaga Stand atau SPG atau SPB yang harus dilatih untuk mendukung tujuan keikutsertaan event tersebut. Penjaga stand sebaiknya dilatih melalui beberapa tahap pelatihan termasuk
a)    Seluk beluk perusahaan misal arti nama, moto, nilai, visi dan misi perusahaan, bisnis yang digeluti, system pemasaran, dan saluran distribusi
b)    Cara menyapa pengunjung, berkenalan dan meminta data pengunjung atau isi buku tamu
c)    Cara menerima pengunjung mulai mempersilakan masuk, duduk dan melakukan presentasi produk, memberi hadiah dsb
d)    Cara menjawab pertanyaan yang mungkin muncul, biasanya perusahaan sudah menyiapkan daftar pertanyaan yang biasa ditanya (frequently ask question)
7.    Menyusun daftar acara atau kegiatan stand, mungkin tidak ada acara khusus tetapi paling tidak setiap penjaga stand memiliki aktivitas harian, bisa dimulai dari persiapan buka stand misal bersih-bersih, rapikan atribut, memastikan jumlah atribut yang tersedia dll

Tahap pelatihan, para calon penjaga stand melaksanakan role play
Peletakan standing banner di dekat pintu masuk dan papan informasi  pameran
Salah satu stand pameran dipenuhi dengan informasi melalui standing banner dan wall banner di dalam stand
Flyers, Brosur, Company Profile dan kartu nama sebagai perlengkapan promosi disiapkan 
Furniture stand menunjukkan tujuan keikutsertaan, disini peserta stand menyediakan meja untuk diskusi dan presentasi singkat serta memberikan hadiah minuman serta makanan ringan untuk pengunung yang berminat mendengar promosi 
Untuk mendukung kegiatan promosi diadakan kegiatan untuk anak-anak seperti membuat kerajinana tangan, menggambar, melipat atau kreasi plastisin
Stand yang menjual produk buku
Salah satu stand yang mempromosikan situs online shop
Stand dipadati dengan furniture display produk menunjukkan tujuan peserta stand  untuk menjual  produk
Salah satu stand yang mempromosikan situs online shop

Tahap Pelaksanaan yang harus dilakukan adalah

1.    Memastikan semua atribut telah terpasang sesuai dengan rencana
2.    Memastikan perlengkapan promosi telah tersedia tau terpasang pada tempat yang ditentukan
3.    Penjaga stand telah siap dengan atribut yang ditetapkan
4.    Melaksanakan kegiatan stand sesuai susunan daftar kegiatan

Tahap Pasca Pelaksanaan yang harus dilakukan adalah
1.    Evaluasi kegiatan harian, jumlah data pengunjung, jumlah penjualan, hal yang ditanya pelanggan dan belum terjawab, produk serta perlengkapan promosi yang diberikan dan tersisa, dsb
2.    Evaluasi kegiatan selama event berlangsung, merekap jumlah data pengunjung, jumlah penjualan, produk serta perlangkapan promosi yang diberikan dan tersisa atau hilang
3.    Membuat Laporan Kegiatan termasuk menyebutkan target yang tercapai serta kesimpulan apakah event ini memberi manfaat pada perusahaan

Kamis, 14 Februari 2013

Tur Mulak Tu Huta / Perjalanan Pulang Kampung, 23 - 29 Desember 2012 (Hari Ketujuh dan Kedelapan)



Tuktuk Landscape 
Tuktuk Landscape
Tuktuk Landscape
Tuktuk Landscape


Tuktuk Landscape
Hari ketujuh, Kamis 29 Desember 2012, pagi-pagi saya dan Togi pergi untuk mencari tempat penyewaan sepeda. Kami menyewa sepeda di sekitar Hotel Toledo Inn dengan tariff 8000 rupiah / jam. Setelah memilih milih sepeda, kami langsung gowes ke arah Tomok. Tidak sampai Tomok, melalui kantor Telkom Togi berhenti dan menunggu saya ke tujuan pintu masuk dari Tomok ke Ambarita. Kembali ke hotel kami ngebut, memanfaatkan waktu yang tersisa sebalum berangkat kembali ke Parapat untuk berenang sebentar di Danau Toba. Sampai di tempat sewa sepeda yang sempat kesasar saking ngebutnya hahahaha. Akhirnya kami temukan juga, dan bayar sewa satu setengah jam. Dari sana langsung kami bergegas ke hotel untuk sarapan lalu berenang. Nikmat sekali dan sedikit ngeri, tidak sedikit cerita orang tertarik arus danau entah karena arus atau memang tidak bisa berenang. Kolam di hotel Toledo Inn dari Danau Toba, bertangga empat step sebentar landai selanjutnya masuk ke kedalaman 2 meter lalu 3 meter.


Pintu Masuk Tuktuk dari Ambarita Samosir
Polygon and I in Tuktuk Samosir Toba Supervolcano Lake 
Polygon and I in Tuktuk Samosir Toba Supervolcano Lake 
Polygon and I in Tuktuk Samosir Toba Supervolcano Lake 
Setelah berenang sekitar setengah jam, kami langsung mandi berbilas, packing dan bersiap di dermaga untuk berangkat dengan kapal yang sama ketika kami datang. Ikut mengantar salah satu putri pemilik hotel ini yang mengantar koleganya dari luar negeri.

Toledo Inn Port
Toledo Inn Port
Sisi dan Josh Hutauruk bersama Amangtua Gresik (Atur) di dek atas  Kapal Toledo Inn
Salah satu sudut Danau Toba
Di dek atas Kapal Toledo Inn
Salah satu sudut Danau Toba dengan keramba ikan
Penyeberangan memakan waktu sekitar 30 menit dan kamipun tiba di Parapat. Bus kami sudah menunggu di pinggi jalan. Kami bergegas sambil membawa tas kami masing-masing. Sebalum naik bus kami semnpatkan beli buah jeruk untuk ganjal perut sebelum makan siang. Kami berangkat tujuan Medan melalui Brastagi pada waktu sudah hampir tengah hari. Kami berhenti sebentar di Simarjarunjung untuk minum jahe sambil makan pisang goreng. Lokasi ini seperti penelokan, berada di ketinggian untuk memandang-mandang. Lokasi ini memiliki taman selain hotel dan restoran. Di taman banyak rombongan berisitirahat sambil makan di atas tikar. Beberapa penjaja asongan juga ada yang menawarkan cendera mata dan buah. Lagi-lagi kami makan durian.
Sisi dan Josh di depan Hotel Siantar Simarjarunjung
Penjaja Durian di Simarjarunjung
Mmmmm..milih menu dulu di Simarjarunjung
Sekitar satu jam di sana kami lanjutkan perjalanan lagi ke Brastagi. Pemandangan Danau Toba selanjutnya menghilang sejauh perjalanan kami menuju Brastagi. Rasa lapar yang mulai merongrong kami jawab dengan makan buah jeruk, pisang atau kacang. Kami semua sepakat makan siang di Brastagi meskipun beberapa menggerendeng karena lapar, hahahahaha, tapi keputusan sudah dibuat. Sisi dan Josh yang duduk di bangku terdepan belakang sopir sempat mental ke depan ketika sopir menginjak rem. Kupikir perlu ada besi horisontal atau papan untuk menjaga agar penumpang yang di duduk di bangku terdepan tidak mental. Sekitar pukul 15.00 kami tiba di Brastagi. Abang Dharma langsung memanggil salah satu anggota Erlangga cabang Brastagi untuk menemani mencarikan restoran. Sesuai ketetapan bersama kami memilih restoran Chinese food. Akhirnya kami makan siang di Restoran Eropa.
Pedestarian di Brastagi
RM Eropah di Brastagi
Rumah Makan Eropah masakan Chinese Food...
Setelah makan siang menjelang sore tersebut kami lanjutkan perjalanan. Brastagi merupakan kota di tanah karo yang merupakan sentra produksi buah jeruk yang disebut Jeruk Medan, yang biasa dijual di supermarket ibukota. Salah satu rekan bisnis kami merupakan perusahaan transporter yang biasa mengangkut jeruk medan dari Brastagi ke Jakarta. Sembari masih dalam bus kami masing-masing memberikan pendapat atau kesan yang didapat dari perjalanan ini. Intinya kami semua bahagia dan ingin mengulangi lagi perjalanan bersama saudara se-ompung. Bila mungkin kita explore lagi daerah tano batak yang masih belum sempat kita explore. Tapi kalo ada sponsor yang mau membiayai kita ke luar negeri juga tak apalah….hahahaha.
Perjalanan ke Medan dari Brastagi melewati jalan yang menurun dan berliku. Suasana mulai gelap diiringi hujan. Memasuki kota Medan, jalan mulai macet. Di kiri kanan jalan banyak penjaja durian. Tujuan kami adalah kembali ke Hotel JW Marriot. Sekitar pukul 22.00 kami tiba di di hotel tersebut. Semua peserta turun dan masuk ke lobby. Di salah satu sudut dengan sofa yang lumayan banyak kami duduk dan berdoa bersama. Setelah berdoa, kami bersalaman dan berpelukan untuk membubarkan diri. Ada keluarga yang menginap di rumah saudara, ada yang menginap di hotel ini, dan kamipun berangkat ke SwissBell Inn. Kami berangkat menggunakan taxi, dan tiba di hotel tidak lebih dari 15 menit. Kami langsung check in dan mandi. Selesai mandi kami hunting restoran yang kami lihat sebelum tiba di hotel ini. Kami berputar masuk ke jalan Selat Panjang, masih ada yang buka meskipun sudah banyak restoran yang tutup. Kami masuk ke restoran yang masih buka dengan koki perempuan keturunan yang menjaga penampilannya khas seperti tante-tante di Mangga Dua. Kami memesan bubur ayam dari seberang restoran ini serta Bakmi Medan yang mengandung daging babi, dan minum teh serta susu kedelai. Ketika itu jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Setelah makan kami jalan keliling dulu sebelum kembali ke hotel, eh kaget juga karena rupanya ada pintu menuju hotel langsung dari jalan selat panjang ini, hemmm ngak salah milih nih hotel. Saya sempatkan nonton bola BPL, lalu menyusul tidur….
Bubur Ayam dari restoran seberang yang sudah ada sejak tahun 1940-an...Luar Biasa!
My Order!! Bakmi Medan with Pork and Milk Tea (Teh Tarik atau Teh Susu)...is The Best..: )
Hari kedelapan Minggu, 30 Desember 2012, kami bangun hampir siang. Kami langsung mandi dan bersiap sebelum jam sarapan berakhir pada pukul 09.30. Menunya beragam, wah senang sekali, dan rasanya enak-enak, memang lidah orang Medan very tastefully. Saya makan buah, bubur, menu utama, dan terakhir roti dan kopi. Sembari sarapan kami rencanakan perjalanan tur dalam kota sebelum pulang nanti dengan pesawat Garuda pukul 18.00.

Swiss Bell Inn Medan Furniture

Becak Motor Medan
Kami memanggil becak motor di dekat hotel, dan minta diantar ke Istana Maemon. Bertiga dalam kabin terasa sempit. Sekitar 10 menit kami tiba di Istana Sultan Deli ini. Setelah membayar tiket kami masuk ke dalam istana. Ruang istana yang ditunjukkan tidak begitu banyak, hanya bagian atas atau lantai dua, dengan lay out palang empat. Saya melihat lukisan di langit-langit, foto, singasana dan penjaja cendera mata. Setelah foto-foto kami turun dan lanjutkan perjalanan dengan becak motor yag sama, dengan tujuan ke Kesawan, ke rumah Tjong A Fie.

Istana Maemoon
Dalam Istana Maemoon
Keluarga Besar Tjong A Fie, foto diambil dari foto yang dipajang di  mansion 
Ruang tempat menerima Sultan Deli
Ruang Dansa Mansion Tjong A Fie
Tjong A Fie Mansion dari Restoran Tip Top Medan 
Kami tiba di depan pintu gerbang rumahnya yang khas pagar dengan arsitektur Cina dengan aksara kanji serta hiasan. Masuk melalui gerbang, kami melalui taman, yang berjarak sekitar 20 meter menuju teras rumah. Kami bayar tiket 35ribu rupiah untuk masuk sekaligus mendapat tur leader bersama rombongan lain. Kami memasuki ruangan demi ruangan di sisi kiri bangunan, sambil mendengarkan penerangan dari sang tur leader. Sisi kiri berakhir dengan ruangan dapur, lalu kami masuk ke bangunan utama bagian belakang, seperti ruang makan, lalu ke kamar utama sang kapitan, yang berlokasi di sisi kanan bangunan. Lalu keluar dari pintu depan kamr utama belok kiri dan ke ruang doa. Bangunan utama terbagi / terbelah menjadi dua, dimana bangunan depan untuk menerima tamu sementara bangunan belakang untuk ruang keluarga dan taman pembatas atau ruang tengah biasa digunakan untuk latihan silat.
Kami naik ke lantai dua dan menuju bangunan depan, dimana ruangan ini digunakan untuk melaksanakan pesta dansa dansi. Saat ini di ruangan yang cukup luas tersebut seluas setengah lapangan bola mungkin, kami lihat banyak foto-foto keluarga. Setelah itu kami turun dan menuju ke ruangan bangunan depan. Kami masuk ke ruangan yang dibuat untuk menerima Sultan, di sisi kanan, dan ruang tamu di depan. Dari sana kami kembali ke sisi kiri bangunan dan tur selesai.
Selanjutnya kami menyeberang jalan dan menuju ke restoran Tip Top yang sudah ada sejak tahun 1920? Kami hanya memesan es krim meskipun ada juga makanan seperti steak. Kami sempat bertemu beberapa sepupu peserta tur.
Restoran Tip Top...
My order at Tip Top, ice cream cake with hot milk tea...tabo nai bah!
My order at Abass Resto Kampung Koling..Martabak
Dari sana kami menuju ke Kampung Koling, seperti namanya menunjukkan kampong dimana banyak orang berkulit gelap, yaitu orang keturuan India. Kamipun mencaoba makanan khas India, Roti Kane, mmmm meskipun nikmatnya tidak seperti yang saya harapkan tetapi makan makanan khas suatu tempat seperti wajib hukumnya. Dari sana kami ke Sun Plaza untuk membeli beberapa oleh oleh. Dari sana kami kembali ke hotel, berkemas lalu turun dulu ke Selat Panjang untuk membeli bakpau dan makan lagi di restoran yang sudah ada sejak 1940-an. Kali ini saya pesan bubur dari seberang dan minum susu kedelai. Kami kembali naik ke kamar, berkemas lagi, lalu turun untuk check out.
Kami diantar dengan mobil hotel dengan membayar sekitar 50rb untuk diantar ke bandara Polonia. Tiba di Polonia kami berjumpa dengan keluarga John Hutauruk dan Ito Jane yang satu flight dengan kami, lalu dengan keluarga Angkang Rusli yang akan berangkat satu jam setelah flight kami.
Penerbangan sekitar 2 jam, kamipun tiba di bandara Sukarno Hatta. Kami pesan taxi Express langsung menuju rumah. Jalan lumayan lancar, mungkin karena banyak penghuni Jakarta pulang kampong atau liburan Natal dan Akhir Tahun keluar kota atau luar negeri.

Akhirnya kami selesaikan perjalanan kami selama 8 hari. Cukup lama perjalanan bersama ini, banyak kesan yang kami dapat, dan terutama untuk anak-anak. Ketika mereka belajar pentingnya keluarga, pentingnya mengenal kampung halaman moyang mereka, pentingnya mencintai kegiatan outdoor, jalan-jalan, mencicipi makanan khas daerah, dan hal-hal lainnya yang pastinya memberi pembelajaran yang baik untuk kita semua. 

Sabtu, 26 Januari 2013

Tur Mulak Tu Huta / Perjalanan Pulang Kampung, 23 - 29 Desember 2012 (Hari Kelima dan Keenam)




Rumah Ompung Jason Siregar di Onan Raja Balige
Gereja HKBP Balige
Berfoto di depan rumah Ompung Mantri Jan Siregar (ompung dari ibu saya) yang terletak di belakang Pasar Balige
Jajanan khas baatk Lapet dan Ombus-ombus
Angkang Dharma Hutauruk di seberang Pasar Balige. Perhatikan bangunan pasar khas rumah batak.
Hari kelima, Kamis 27 Desember 2012, pagi-pagi bersama Angkang boru Napitupulu (Ny. Rusli Hutauruk), saya pergi ke kota Balige. Kami mengendarai becak motor dan Lae Napitupulu (Ito Angkang boru Napitupulu) yang datang ke Hotel menunjukkan jalan pada pengemudi becak. Kami tiba di losmen milik Ayah angkang boru. Darisana saya diantar Lae Napitupulu mengunjungi rumah Ompung Jason Siregar di daerah Onan Raja dekat gereja HKBP Balige. Dari gereja ke rumah ompung berjarak lebih kurang 300 meter dengan posisi sebelah kanan jalan. Di tengah-tengah ada jalur hijau,dan rumah ompung berhadapan dengan putaran pertama dari arah gereja. Rumah Ompung bertipe kopel, atau dua rumah dengan satu atap, dan dibagian tengah dibatasi pembatas kayu. Bila menghadap rumah, bagian sebelah kiri disewa oleh boru Siahaan bersama keluarganya sementara di sebelah kanan disewa oleh pemudi bersama itonya yang sedang sakit. Rumah kurang terawatt termasuk halaman depan yang tidak berpagar dan tanaman liar yang meranggas. Rumah ini dihuni oleh Ompung Doli (Jason Siregar) dan Ompung Boru (Orthilia boru Pardede) bersama putri dan putra mereka, yang terdiri dari Mariamsa, Rusmin (keduanya inangtua saya), Fredesia (ibu saya), Rumia (Inanguda), dan Tumpal (Tulang). Sepeninggal Ompung Orthilia boru Pardede, Ompung Doli menikah kembali dengan adik ompung boru atau diistilahkan turun ranjang, dan dari ompung boru kedua ini lahirlah Apul (Inanguda) dan Bonar (Tulang). Selain dibesarkan ompung doli dan ompung boru anak-anak ini juga dirawat oleh Namboru mereka yang biasa mereka sebut Namboru Suster. Namboru Suster ini pernah menikah dengan marga Tampubolon tetapi belum sempat memiliki anak, namboru ini dipaksa diceraikan oleh keluarga suaminya yang ingin lekas-lekas memiliki keturunan. Cerita sedih mengenai namboru ibu saya ini diceritakan oleh ibu saya dengan selalu berlinang airmata. Nanti saya akan ceritakan banyak hal terkait dengan namboru ibu saya ini yang selalu disayang oleh anak-anak Ompung Jason. Luas tanah Ompung Jason sekitar 300 meter persegi dan rumahnya bertipe panggung dengan luas sekitar 75 meter persegi. Dari sana kami ke rumah Ompung Mantri Jan, ayah dari Ompung Jason di belakang Pasar Balige. Rumah Ompung Mantri Jan menghadap pasar dengan luas tanah sekitar 1000 meter dan luas rumah 100 meter persegi. Saya sempatkan bertemu dengan penyewa rumah ini.

Gaby boru Gultom, Josaphat Hutauruk, Tiur boru Hutauruk dan Priscilla Rosemarie boru Hutauruk di dermaga depan Hotel Ompu Herti Balige
Pintu masuk makam Raja Sisingamangaraja XII di Soposurung Balige
Makam putra Sisingamangaraja XII
Makam Sisingamangaraja XII 
Sajian di makam Sisingamangaraja XII
Makam putra Sisingamanagaraja XII

Makam keluarga Sisingamangaraja XII termasuk putri nya
Tugu makam keturunan Sisingamangaraja XII
Dari sini kami berangkat dan bertemu dengan Angkang boru Napitupulu di Makam Ompung Napitupulu. Lalu kami kembali ke losmen Napitupulu untuk urusan angkang boru dengan orang yang ditugaskan mengelola losmen tersebut. Selanjutnya kami meluncur ke Pasar Balige, karena angkang boru ingin membeli makanan ringan. Angkang boru membeli lapet dan ombus-ombus di depan pintu masuk pasar dan saya diminta menunggu karena ada yang ingin dia beli dalam pasar. Saya dan Lae Napitupulu duduk dan minum kopi di warung seberang pasar. Tidak lama kemudian Angkang Dharma dan Angkang boru Tobing bergabung minum kopi.
Setelah menunggu angkang boru kembali dari dalam pasar kami pulang ke Hotel Ompu Herti mengendarai becak motor. Tiba disana tas sudah dibereskan dan saya sempatkan sarapan. Selanjutnya kami naik bus yang telah berganti dengan kapasitas menjadi lebih besar. Tujuan kami adalah mengunjungi makam Sisingamangaraja. Terdapat tugu tiga makam menghadap pintu masuk dan makam Sisingamangaraja terletak di tengah. Pada setiap tugu makam terdapat Guci besar dengan beberapa sajen termasuk beberapa batang rokok. Dibalik makam terdapat makam istri dan anak-anak Sisingamangaraja lainnya.

Museum TB Silalahi
Senjata di Museum TB Silalahi
Alat tenun di Museum Batak salah satu bagian dari Museum TB Silalahi
Rumah khas Batak Karo
Josaphat Hutauruk, John Hutauruk dan Priscilla Rosemarie boru Hutauruk di depan contoh perkampungan Batak di Museum TB. Silalahi
Makan durian sebagai hidangan penutup di restoran Asia di Parapat
Kapal milik Toledo Inn mengantar kami dari Parapat langsung ke dermaga Hotel Toledo Inn di Pulau Samosir
Batu Gantung di sisi barat Danau Toba
Kami melanjutkan perjalanan dan tidak jauh dari sana kami tiba di Museum TB Silalahi. Museum ini menampilkan pribadi TB Silalahi dengan segala perlengkapan yang pernah dipakai sewaktu sekolah hingga menjadi Jenderal serta bertugas di luar negeri sebagai duta besar. Di belakang bangunan utama terdapat model rumah batak dari beberapa etnik termasuk Simalungun, Toba dan Karo. Bangunan berikut terdiri dari dua lantai dimana lantai pertama tidak disekat dinding dan terbuka, diisi dengan batu-batu bentukan atau diukir khas batak. Selanjutnya di lantai dua terdapat museum batak dengan detil kategori seperti falsafah, kain, hiasan, alat bercocok tanam, alat perang, alat music, dan lain sebagainya. Darisana kami melanjutkan perjalanan ke Parapat untuk menyeberang ke Pulau Samosir. Kami makan siang di restoran Asia, makan masakan Cina. Setelah makan kami langsung ke kapal milik Toledo Inn tempat kami menginap selama dua malam. Kami sempatkan lewat dekat batu gantung. Cuaca hujan gerimis. Tiba di dermaga Toledo Inn kami disambut para petugas yang siap mengangkut tas kami. Kami langsung ke kamar masing-masing setelah tahu pembagian kamar. Kamar kami menghadap Danau Toba. Kamar terlihat sudah lama tetapi tetap dirawat dengan baik. Tidak ada kegiatan kami sore ini dan kami menunggu hingga makan malam. Kami makan malam bersama di hotel, dan sebelum makan kami sempat berfoto dengan Nantulang boru Simorangkir pemilik hotel ini, istri dari Dokter Luhut Lumbantobing, ito dari Inangtua (istri dari Amangtua Amonius Hutauruk, abang ayah saya). Setelah makan kaum ibu menyempatkan diri belanja dan kami menunggui mereka di meja makan. Setelah kaum ibu kembali kamipun masuk kamar masing-masing untuk istirahat.
Hari keenam, Jumat, 28 Desember  2012 kami berangkat pagi hari dengan mengendarai bus yang kami sewa sehari di Pulau Samosi ini. Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Bukit Doa yang ternyata milik keluarga Tulang Sidabutar, ayah dari Angkang Boru Sidabutar istri dari Angkang Lambertus Hutauruk turunan Ompu Salisi dari Ompung Johanes (ompung nomor satu). Bukit Doa terdiri dari bangunan utama yang terbagi dua ruangan besar seperti aula yang dapat berfungsi sebagai ruang diskusi atau penginapan. Keluar dari bangunan utama terdapat halaman dengan rute perjalanan ke ruang doa dibagian belakang bukit dengan dataran yang lebih tinggi. Terdapat Goa Maria untuk berdoa dan kami lanjutkan perjalanan menyusuri gambar ukiran jalan salib Tuhan Yesus hingga ke  ruang doa dengan patung Tuhan Yesus berdiri tegak di belakang ruang doa. Dekat dengan Goa Maria terdapat pohon durian dengan beberapa buah durian menggantung di sepanjang dahan dan pohon kastubi berdaun merah.

Persiapan sebelum berangkat dengan menggunakan bus di Pulau Samosir
Bukit Doa Getsemani

Bukit Doa Getsemani
Reilief Jalan Salib di Bukit Doa Getsemani Pulau Samosir 
Goa Maria di  Bukit Doa Getsemani Pulau Samosir 
Durian di  Bukit Doa Getsemani Pulau Samosir, nikamt sekali lidah melet-melet hahaha
Durian di  Bukit Doa Getsemani Pulau Samosir, siap menerkam hahahaha
Durian di  Bukit Doa Getsemani Pulau Samosir, hahaha gayanya Sisi 

Rumah Doa di atas bukit di samping Patung Tuhan Yesus

Di Bukit Doa Getsemani Pulau Samosir
Tiket Box Simanindo Pulau Samosir
Tor tor di  Simanindo Pulau Samosir
Penonton ikut serta ber-tor-tor  Tor tor di  Simanindo Pulau Samosir 
Foto dengan Sigale-Gale di  Simanindo Pulau Samosir 

Pintu Masuk  Tor tor di  Simanindo Pulau Samosir 
Dari bukit doa kami menuju Pangururan. Kami menyempatkan menonton tari tor tor di Simanindo dengan membayar tiket masuk sebesar Rp50,000. Musik khas batak mengiringi para penari terdiri dari kaum pria dan wanita. Tarian tor tor dengan latar belakang kehidupan muda mudi batak, proses mejelang menikah, prosesi pernikahan, meminta air, dilanjutkan dengan tari sigale-gale. Para penonton diajak untuk ikut menari dengan beberapa kegarakan yang dilakukan secara berbaris. Setelah selesai kami melanjutkan perjalanan ke Pangururan untuk makan siang.
Makan siang di lapo dengan menu standar saya; nasi, babi panggang, sangsang dan soup. Kami berjumpa dengan Michael Hutauruk anak bungsu dari Angkang Leonidas dengan tangan kanan yang tumbuh kurang sempurna karena pada saat lahir tangan kanannya terjepit mulut rahim dan sulit ditarik. Saya pernah bertemu Michael sewaktu berkunjung ke Tarutung sekitar tahun 2003 atau 9 tahun yang lalu. Saat ini dia baru lulus SMA dan saat ini setelah lulus dari perguruan tinggi bekerja di Dinas Pertanian Pemda Toba Samosir. Setelah makan siang masih di lapo ini, lagi-lagi rombongan makan durian sebagai hidangan penutup J.

Hidangan Penutup makan siang.....Durian
Nikmatnya Durian di Tanah Batak...
Makan siang di Lapo Sagala Pangururan
Michael Hutauruk anak dari Angkang Leonidas Hutauruk menyempatkan diri bertemu dengan kami, datang ke lapo 
Rumah Kahs Batak dengan gorganya yang mulai pudar karena dibangun sekitar awal abad 20
Makam ompung di tengah kampung
Peengrajin ulos
Darah berbicara...langsung akrab begitu tahu satu marga meskipun beda nomor generasi  dan belum pernah bertemu selama hidup
Salah satu perkampungan adat batak di sekitar Simanindo Pulau Samosir
Dari sana kami lanjutkan perjalanan ke desa sekitar Simanindo untuk melihat pengrajin Ulos. Beberapa kaum ibu langsung menyiapkan ulos untuk dijajakan pada kami. Sementara rombongan perempuan melihat ulos saya menyempatkan berkeliling kampung dengan bangunan rumah batak. Tidak lama disana kami melanjutkan perjalanan ke desa Sialagan.
Memasuki desa Sialagan kami melalui lorong yang hanya muat untuk satu orang dewasa. Dalam Kampung Sialagan terdapat bangunan asli batak, juga sopo. Rumah raja yang terletak dekat pohon beringin di tengah kampung di bagian depan terdapat semacam kurungan dengan patung orang ada di dalamnya. Rupanya patung itu diumpamakan sebagai penjahat. Kami dibantu guide yang menjelaskan mengenai motif batak serta sejarah kampung ini. Ada motif payudara sebanyak 4 buah, bahwa perempuan yang bertetek besar akan memiliki banyak anak. Binatang Cicak menyatakan bahwa sejauh mana orang batak merantau harus kenal dengan orang tuanya dan bila meninggal juga harus kembali ke kampung. Pada tiang lumbung terdapat Sigalapan, berbebtuk bundar untuk menghindari tikus. Motif tali-tali gorga melambangkan hubungan kekerabatan, dimana warna putih menunjukkan banua ginjang (sorga), warna merah menunjukkan banua tongah (dataran tempat berpijak) dan warna hitam menunjukkan banua toru (dalam tanah) tempat untuk proses pembusukan. Kegiatan adat menggali kubur atau Mangokal Holi dilaksanakan setelah sekitar 15 tahun setelah dikubur, lalu tengkorak dimasukkan dalam peti dan disimpan dalam bangunan tugu bukan dikubur lagi.
Pintu masuk kampung Sialagan
Rumah Raja Sialagan dengan penjara atau kurungan di bawah depan 
Ruang Pengadilan di kampung Sialagan
Patung dukun di bawah pohon beringin
Sopo difungsikan sebagai lumbung?
Tugu tempat tulang belulang anggota keluarga yang digali dari kubur
Ruang Eksekusi, meja makan di depan, di belakang kiri batu untuk  menelentangkan terhukum, batu untuk pemancungan di sebelah kiri, diatas meja ada kalender batak, parang, serta Tunggal Panaluan (Magic Stick)
Kembali ke penjahat yang dikurung di depan rumah raja ini, biasanya dahulu dipasung selama tujuh hari untuk menunggu hari baik pelaksanaan hukuman, karena umumnya penjahat yang harus dikurung memiliki ilmu hitam (black magic). Para penjahat yang harus dihukum mati oleh raja biasanya karena memerkosa, membunuh, dan berkhianat. Pengadilan dilakukan di ruang terbuka di depan rumah raja. Bangku pada ruang pengadilan besar sementara untuk terdakwa dibuat paling rendah. Untuk menentukan tanggal pelaksanaan hukuman mati dihitung dari kalender batak sebanyak 12 bulan dengan jumlah 30 hari setiap bulannya. Hari baik tersebut juga dilihat dukun dengan berinteraksi pada alam dibawah pohon beringin. Setelah harinya ditentukan, sang dukun dengan pustaha laktat melihat resep anti jimat yang dimiliki si terdakwa, karena selain untuk mengobati ilmu sang dukun juga menguasai untuk mematikan atau membuat sakit. Dalam berkomunikasi dengan alam atau roh, sang dukun menggunakan tongkat panjang yang disebut Tunggal Panaluan atau Magic Stick yang dapat digunakan untuk mendatangkan hujan. Tongkat tersebut terbuat dari kayu yang kena kutuk atau karma dari manusia yang diusir karena malu yang biasanya diakibatkan hubungan seks dalam satu keluarga atau incest, yang dikutuk menjadi pohon (kayu).
Dari ruang pengadilan terbuka kami lanjut ke ruang eksekusi yang juga terbuka. Pada ruang eksekusi terdapat meja dimana si terdakwa sebalum dieksekusi dibeikan makanan yang paling disukainya. Akan tetapi terdakwa makan dengan tangan terikat dan mata ditutup dengan ulos. Kata ulos merupakan singkatan dari Unang Lupaon Sipangingot. Setelah mata ditutup, terdakwa disiksa terlebih dulu, dicoba dengan diseset menggunakan pisau. Apabila darah belum keluar maka dianggap ilmu hitam masih bekerja sehingga harus dipukul dan sang dukun mencari lagi resep anti jimatnya. Kemudian diseset lagi dan bila sudah merasa sakit dan berdarah lalu diberikan asam untuk mempercepat hilangnya ilmu hitam terdakwa. Lalu setelah ilmu hitamnya hilang kepala terdakwa dipenggal dan harus terputus dengan badan, bila tidak putus maka sang algojo harus bertanggung jawab dengan dipancung juga, karena proses persiapan sudah dilaksanakan, dan harus pastikan dulu sebelum hukuman dilaksanakan. Saat kepala dan badan terpisah maka penonton menyambut dengan kata Horas! Horas! Horas! Kemudian hati dan jantung si terhukum diambil dicampur darah dan dimakan oleh raja, dengan tujuan agar kekuatan raja bertambah. Selanjutnya kepala dipasang pada tongkat selama tiga hari dan badan dibuang di Danau Toba dengan tujuan kepala dan badan terhukum tidak boleh bersatu, dan setelah tiga hari kepala terhukum dikubur di hutan. Selama tiga hari itu pula penduduk tidak boleh mengambil air dari Danau Toba. Setelah mendengarkan guide kami melihat cendera mata sepanjang jalan keluar kampung.

Priscilla Rosemarie boru Hutauruk dan Rusli Hutauruk di depan penaja cendera mata di Tomok
Priscilla Rosemarie Hutauruk di tangga ke makam Sidabutar di Tomok, perhatikan cicak dan empat buah payudara
Berfoto meniru patung di kiri dan kanan di Tomok
Salah satu makam Raja Sidabutar di Tomok Pulau Samosir
Makan malam di Hotel Carolina Pulau Samosir 
Kami melanjutkan perjalanan ke kampung Sidabutar di Tomok untuk melihat makam. Sebelum naik kami sempatkan isturahat sambil minum kopi di salah satu café dekat pelabuhan Tomok. Banyak penjaja cindera mata disini, tidak seperti 9 tahun lalu yang belum begitu ramai. Kami membeli beberapa cendera mata disini. Lalu kami lanjutkan perjalanan untuk makan malam. Kami makan malam di Hotel Carolina. Setelah makan kami kembali ke Hotel Toledo Inn dan beristirahat.